-->

Senin, 09 Mei 2016

Tidur

Bermimpilah yang tinggi, mengejar mimpi adalah kehidupan yang penuh dengan nuansa, pasang surut rintangan dan kesenangan akan melingkupi dengan amplitudo yang ekstrim, melebihi kesenangan dan rintangan yang didapat dalam perjalanan kehidupan tanpa mimpi-mimpi. Untuk ini, mari tidur!

Hehehe… kalimat terakhir paragraf diatas adalah kesimpulan tindakan yang tak mengarah, tidak menuju pencapaian dan target, malah menjauhi dari mendekatkan diri pada titik bisa dinilai: "Hasil".

Tapi biarkan sebentar  tulisan ini melanjutkan membahas tentang tidur. Kita mulai dengan slogan kesehatan. “Tidur dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk kembali merefresh otak dan otot kita”. Otak menjadi “jernih” dan mampu mulai berpikir setelah stress melanda. Dan “relaksasi” otot akan memulihkan kemampuan kerja otot tubuh kita setelah sekian waktu dirasuki kelelahan.  Durasi “ketahanan” otak dan otot dalam bekerja harus dikasih jeda untuk optimalisasi kembali kinerjanya.

Kedua, sekecil apapun “mimpi” yang terbersit dalam benak kita, sangat mudah terbengkelai dan tinggal mimpi yang tidak pernah wujud dalam kehidupan kita. Keinginan minum es yang segar, keingininan duduk diberanda rumah untuk melihat siapa yang mengunjungi rumah kita, dan keinginan-keinginan “biasa” berikutnya, hanyalah mimpi kecil yang hanya bisa terwujud sampai kita memulainya, dan melakukannya. Wow..kenapa ini kembali membahas mimpi. Ini harus kembali membahas tidur dong!

Okey, Ketiga, tidur bukanlah urusan durasi, tetapi kualitas. Pencarian kita adalah mencari “tidur yang berkualitas”. Teori tidur 8 jam sehari, 5 jam sehari, bahkan cukup 2 jam sehari, dimentahkan oleh teori “tidur 5 menit yang berkualitas”. Music pengiring tidur guna mencapai “deep-sleep”, penggunaan relaksasi aromatik, meditasi-tidur, dan penataan nuansa-visual tempat tidur banyak dikemukakan dan diteliti untuk memperpendek “usia tidur”. Semakin sedikit waktu tidur yang diperlukan, semakin menjajikan untuk “irit” waktu terbuang untuk urusan tidur ini. Dalam 24 jam sehari, banyak waktu yang bisa digunakan untuk beraktifitas selain tidur, iya...mata “terjaga” lebih panjang dari “terpejam”. Dan jangan diperbandingkan lagi, apalah manfaat terjaga lama dengan kualitas kerja yang masih sebanding dengan kerja 2 jam yang berkualitas perfect. Ini adalah perbandingan yang sama sekali tidak sepadan dan adil. Ukurlah sendiri kebutuhan tidur. kebutuhan tidur saya tidak sama dengan kebutuhan adik kecil yang baru lahir.

Nomor Empat, “Tidurlah Nak!, malam semakin larut”. Pada saat malam hari, itulah siklus manusia untuk tidur. Karena kita bukan spesies makhluk malam.  Penciptaan kita menyandang potensi lebih efektif beraktifitas disiang hari. Selimut “gelap” malam dan suhu lebih rendah memberi kenyamanan untuk memejamkan mata. Menyempatkan bangun tengah malam memiliki makna aktivitas “perenungan dan evaluasi”. Bukan menyambung melanjutkan dan segera menyelesaikan “pekerjaan sisa” siang tadi, tapi menyambung pikiran siang tadi dengan perencanaan untuk esok pagi.

Kelima, Kesempatan dan terlelap. “Mengantuk adalah rahmat, nikmat, dan bahkan rezeki”. Waktu sekolah dulu, pendidikku mengatakan “tetaplah masuk kelas ini walaupun terkantuk-kantuk”. Intinya melawan ‘tidak tidur’ sekuat-kuatnya. Berusaha sesedikit mungkin kita kehilangan moment “kesempatan”, terlewatkan di saat kita sedang tidak tahu, sedang tidur. Jika benar amat sangat tidak kuat menahan ‘kantuk’, biarkan raga ini tertidur, kita tidak bisa menolaknya. Bayangkan kalau kita tidak memiliki rasa “ngantuk”. Tiba2 kita akan tersungkur ketika saat tidur telah tiba, sedang kita sedang asyik naik sepeda. Mengantuk adalah tanda tubuh kita harus ditidurkan, sepanjang jangan kita terkantuk-kantuk terus karena penyakit atau kemalasan. Selebihnya, penderita gangguan susah tidur, sejauh ini dikatakan sebagai penyakit dan menyiksa penderitanya.

Keenam, Tidur adalah masa terbaik untuk penyembuhan. Pada waktu tidur sel-sel akan bekerja efektif memerangi penyakit tubuh ataupun dalam kondisi badan normal, sel berkembang lebih cepat untuk keperluan pertumbuhan. Seperti di poin lima diatas, tidur saat sakit, adalah bagian rahmat disebabkan 'manfaatnya'.

Dan terakhir, nanti kalau kita sudah meninggal, acara kita hanya tidur saudara-saudara…jadi mumpung ada waktu. Marilah tidak kita memperbanyak tidur, dan menghambat jumlah karya yang kita hasilkan, sekali lagi sebelum kita hanya bisa dan bertugas hanya untuk “tidur”.
sumber http://cakramasa.blogspot.co.id/2015/02/tidur.html

mempertanyakan "perhatian"

pertama, saya bertanya pada diriku...apakah hidup dituntut untuk terus "perhatian" sama orang lain?...menyenangkan orang lain? tak pikir-pikir tidakkah lelah juga menyenangkan orang lain? apakah karena kita disebut makhluk sosial, maka kita diharuskan memperhatikan orang selain kita? kalau selain aku itu adalah anak, istri, saudara, atau pacar. kenapa kita mau "perhatian" walaupun tanpa disuruh? nalurikah? karena harapankah? atau yang paling tinggi, janji pahalakah yang jadikan kita demikian?
karena suatu saat kita butuh orang lain, apakah cukup kuat mengharuskan kita berlelah-lelah "perhatian"? bukankah uang yang diminta mereka atas "perhatian" yang mereka berikan kepadaku? ikhlaskah dia membantuku? cukupkah senyuman yang menghiasi wajah, itu sebagai "perhatian" yang menyenangkan? bolehkah aku menduga merekapun sedang sembunyikan susahnya dengan tetap ramah didepanku?  apakah itu pengorbanan yang harus kutebus dengan "perhatian"ku? benarkah karena masih ada orang "baik" itu, maka aku juga harus menjadi "baik" didepan orang lain? walaupun aku sekedar pura-pura baik? sia-siakah "baik"ku karena kepura-puraan belaka? atau perlulah aku dilatih demikian agar tebiasa, lalu belajar ikhlas? tak bisakah aku bebas, se enakku, jikapun kudapati orang berpenampilan "tidak menyenangkan", aku ikhlas dan memaafkan? samakah dia menilaiku, saat aku acuh dan berpakaian"nggimbal", dalam diamnya, mereka tak mengeluh tentang caraku berpenampilan? sungguh tak bebaskah kita saat bersama orang lain? apakah sebanyak dugaanku saja, aku keluhkan pikiran liku-liku "perhatian" ini? apakah ini yang disebut "penyakit" hati? apakah aku takut pembalasan orang lain? kalau aku tidak takut, apakah seperti kita berjalan-jalan sendiri dikota asing yang kita kunjungi? apakah ini namanya hubungan "khusus" yang wajar bagi makhluk sejenis (manusia)? kenapa "perhatian" kepada orang yang membuat kita tertawa/senang (lawak), kadang malah kita harus bayar? karena "senang"kah maka "perhatian" kita, layak kita tambah dengan pengorbanan lagi (keluar uang)? perhatian kita karena "senang" tak bisa dan lalu tak boleh diukur dengan materi atau uang, kenapa?
kedua, saya mulai pening melanjutkan-memikirkan ini, sia-siakah aku berpikir? lalu kenapa kamu kasih minum aku, dan kau bilang gratis? kenapa kau rela berikan hartamu kepada orang lain? tak tahankah kau lihat penderitaan mereka? tak cukup kuatkah "mental" mu, sehingga agar kau tak gila, kau tak bisa "diam" saat orang lain menderita? apakah takut yang membayangi kita, seandainya kita menderita lantas tak ada yang perhatian pada kita? bukankah tidak mesti dia yang kubantu, nanti pasti dia yang perhatikan kita? imbal balik, yang mana? wong orang lain, bukan dia. apakah ini namanya "perhatian" itu mulia? apakah ini alasan mengapa ini diajarkan? siapa yang mengajarkan?Tuhankah? wallahua'lam.slm.
sumber http://cakramasa.blogspot.co.id/2014/02/perhatian-menyenangkan.html

Total Tayangan Halaman